Seiring perkembangan zaman, budaya kerja juga mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Hari ini baik itu karyawan dan perusahaan memiliki berbagai persepsi tersendiri terkait hak tanggung jawab, sehingga budaya kerja tidak lagi sekaku dulu. Contoh kecilnya yaitu fenomena Quiet Quitting yang beberapa waktu lalu viral di sosial media. Menariknya, Quit Quitting ini kemudian diikuti dengan fenomena Quiet Firing yang akhir-akhir ini menjadi bahan pembicaraan di sosial media.
Quiet Quitting merupakan istilah bagi karyawan untuk bekerja secukupnya. Tujuan Quiet Quitting ini yaitu mencapai work life balance atau keseimbangan antara kehidupan pribadi dan pekerjaan. Berbeda dengan Quiet Quitting yang di campaign oleh karyawan, Quiet Firing dilakukan oleh perusahaan.
Baca Juga: Sedang Viral, Fenomena Quiet Quitting dan Dampaknya bagi Pekerja
Fenomena Quiet Firing
Quiet Firing adalah istilah ketika perusahaan mulai mengabaikan karyawan dengan tujuan untuk berhenti atau resign dengan sendirinya. Secara sederhana, fenomena ini merupakan upaya diam-diam perusahaan untuk memecat karyawan dengan membuatnya tidak nyaman lagi bekerja dan memutuskan berhenti.
Sejumlah ahli menilai, Quiet Firing ini muncul akibat dari tren Quiet Quitting yang dilakukan oleh karyawan. Di mana perusahaan tidak menerima hal tersebut, lantaran menginginkan karyawan yang memiliki loyalitas dan dedikasi kerja yang tinggi.
Di sisi lain, Quiet Firing juga memberikan manfaat bagi perusahaan, salah satunya perusahaan tidak perlu mengeluarkan pesangon. Sebab karyawan sendiri yang memutuskan berhenti bekerja.
Taktik Quiet Firing Perusahaan
Tidak sedikit perusahaan yang mulai berani melakukan Quiet Firing. Hasil survie LinkedIn News terhadap 20.077 karyawan di Amerika menunjukkan, 48 persen responden menjawab pernah melihat fenomena inin di tempat kerja. 35 persen responden lainnya menjawab pernah mengalami Quiet Firing.
Berbagai cara dilakukan oleh perusahaan untuk membuat seorang karyawan memutuskan untuk resign. Diantaranya seperti berikut;
1. Mengabaikan Karyawan
Salah satu tanda-tanda perusahaan sedang melakukan Quiet Firing yaitu dengan mengabaikan keberadaan dan peran karyawan. Pekerjaan yang biasa diberikan kepada karyawan tertentu kemudian dialihkan kepada karyawan lain.
Hal ini akan membuat karyawan tersebut tidak lagi merasa dibutuhkan di perusahaan tersebut. Kemudian membuat karyawan tidak lagi nyaman bekerja, dan secara perlahan mendorong karyawan itu untuk berhenti dari perusahaan itu.
2. Memberikan Beban Kerja Berlebih
Cara lain yang juga sering dilakukan perusahaan, yaitu memberikan beban kerja yang berat dari biasanya kepada karyawan tersebut. Agar karyawan merasa overwork dan merasa tidak kuat lagi untuk bekerja di perusahaan itu.
3. Perusahaan Tidak Lagi Memberikan Feedback
Feedback merupakan salah satu hal yang penting, khususnya bagi karyawan, baik dalam bentuk apresiasi kerja atau pun evaluasi. Namun, untuk membuat karyawan tidak lagi nyaman bekerja, perusahaan tidak lagi memberikan feedback tersebut.
4. Tidak Menganggap Keberadaan Karyawan
Fenomena ini juga bisa dilakukan dengan tidak menganggap keberadaan karyawan, seperti tidak lagi melibatkan karyawan dalam kegiatan-kegiatan perusahaan, tidak memberitahu karyawan terkait perkembangan terbaru perusahaan. Intinya, perusahaan akan membuat karyawan tersebut seolah-olah tidak ada.
Cara Menghadapi Quiet Firing
Quiet Firing merupakan fenomena yang telah banyak dilakukan oleh perusahaan dengan mengorbankan hak dan kewajiban karyawan. Berikut beberapa tips bagi karyawan dalam menghadapi upaya Quiet Firing dari perusahaan.
-
Beranikan Diri Bersuara
Jika, hak dan kewajiban karyawan tidak lagi berjalan dengan ideal, seperti diberikan beban kerja lebih, atau diacuhkan sebagai bagian perusahaan, maka karyawan harus berani untuk menyuarakan hal tersebut.
Karyawan berhak untuk menyampaikan keluhan bila tidak merasa nyaman bekerja. Temui manajer dan ajak diskusi terkait hal tersebut. Kemudian cari solusi agar perusahaan tidak melanjutkan upayanya untuk memecat karyawan secara diam-diam.
-
Masuk Serikat Pekerja
Karyawan merupakan posisi yang cukup rentan untuk diberhentikan secara terang-terangan atau diam-diam. Untuk menjamin hak dan kewajiban sebagai pekerja terpenuhi, karyawan disarankan untuk bergabung dengan serikat pekerja, khususnya di internal perusahaan. Agar karyawan memiliki bantuan dan dukungan saat perusahaan sedang melakukan upaya Quiet Firing.
Quiet Firing merupakan fenomena yang tidak sehat dalam sebuah perusahaan, karena perusahaan tidak terbuka saat ingin memecat seorang karyawan. Fenomena Quiet Firing ini muncul lantaran budaya kerja yang belum terbentuk di perusahaan tersebut.
Padahal budaya kerja atau culture corporate merupakan kunci untuk mempertahankan karyawan, baik dari segi kompetensi atau pun loyalitas. Bila perusahaan menghadapi karyawan yang kehilangan dedikasi bekerja, maka hal yang harus diperbaiki adalah budaya kerja di perusahaan tersebut, bukan dengan Quiet Firing.
Proxsis-HR siap membantu perusahaan Anda dalam membangun budaya kerja yang baik dan ideal. Para expert kami di Proxsis HR siap membantu Anda dalam membangun Corporate Culture secara komprehensif melalui dukungan teknologi terkini untuk mendorong kemajuan bisnis Anda, diantaranya melalui perencanaan, employee experience, employee engagement hingga organization core values.
Segara hubungi kami sekarang. Cek selengkapnya di link berikut.
Inquiry
News & Article
- Strategi Manajemen Talenta untuk HR Profesional: Mengidentifikasi dan Mengembangkan Bakat
- HR Sebagai Penggerak Inovasi: Mendukung Tujuan Bisnis melalui Kreativitas SDM
- Bagaimana Berkomunikasi dengan Dampak yang Maksimal dalam Presentasi
- Menemukan Kebebasan Finansial: Peluang Bisnis Menarik untuk Pensiun Dini
- Asesmen Kompetensi untuk Identifikasi Potensi Leader Masa Depan
Latest Events
- Badan Pusat Statistik – Emerging Leader Development Program
- BPJS Ketenagakerjaan – Change Your Selftalk, Change Your Life
- Employee Development Program – PT Waskita Toll Road Kolaborasi dengan Proxsis HR
- Proxsis HR Professional Community – Monthly Meetup Ep. 26 Leading with Adaptability: Embracing Learning Agility as a Future Leader
- PT PGAS Telekomunikasi Nusantara – Design Thinking for Innovation and Continuous Improvement