Alasan Buruh Tolak Permenaker No 5 tahun 2023

3 Menit Membaca
Permenaker

Partai Buruh melakukan aksi demonstrasi dengan mendatangi kantor Kementerian Ketenagakerjaan (Menaker) untuk menolak Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 5 Tahun 2023 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Pekerja Rumah Tangga.

Pada aksi tersebut, puluhan anggota Partai Buruh yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Nasional (FSPN) mendatangi kantor Kemnaker di Jakarta pada hari Rabu (30/3). Mereka menuntut agar peraturan tersebut dicabut karena dianggap merugikan para pekerja rumah tangga.

Baca juga: Kamu Introvert? Ini Pekerjaan yang Cocok untuk Kamu

Menurut Ketua Umum FSPN, Iqbal Nusron, peraturan tersebut memiliki beberapa pasal yang dianggap merugikan para pekerja rumah tangga. Salah satu pasal yang menjadi sorotan adalah Pasal 52, yang mengatur tentang waktu kerja. Menurut Iqbal, pasal tersebut memberikan waktu kerja yang terlalu panjang dan tidak adil bagi pekerja rumah tangga.

Selain itu, Partai Buruh juga menilai bahwa peraturan tersebut kurang mengakomodasi kebutuhan para pekerja rumah tangga, seperti hak atas jaminan sosial dan kesehatan. Iqbal juga menilai bahwa Menaker seharusnya lebih berpihak pada pekerja, bukan pada pengusaha.

“Pemerintah seharusnya melindungi pekerja, bukan mempersulit atau bahkan merugikan mereka. Menaker harusnya bersikap pro-pekerja, bukan pro-pengusaha,” ujar Iqbal.

Kemudian, ada beberapa alasan yang diungkapkan oleh serikat buruh terkait dengan penolakan terhadap Permenaker No. 5 Tahun 2023 antara lain:

1. Diskriminatif terhadap Hak Buruh

Serikat buruh menyatakan bahwa Permenaker No. 5 Tahun 2021 dinilai diskriminatif terhadap hak buruh karena memberikan kewenangan yang lebih besar kepada pengusaha untuk memutuskan tindakan sanksi administratif terhadap pekerja yang melakukan pelanggaran. Selain itu, penggunaan sanksi administratif terkesan sebagai alat penggagalan terhadap hak-hak buruh dalam memperjuangkan hak-haknya.

2. Proses Pengesahan Permenaker yang Tidak Transparan

Serikat buruh juga menolak Permenaker No. 5 Tahun 2021 karena dianggap tidak melalui proses pengesahan yang transparan. Mereka mengkritik pengesahan peraturan tersebut yang hanya melalui jalur kementerian tanpa melibatkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai wakil rakyat yang mewakili aspirasi dan kepentingan masyarakat.

3. Ancaman Terhadap Kebebasan Berorganisasi

Selain itu, Permenaker No. 5 Tahun 2021 juga dinilai mengancam kebebasan berorganisasi buruh. Peraturan tersebut dapat digunakan sebagai alat intimidasi terhadap pekerja yang ingin bergabung dengan serikat buruh dalam memperjuangkan hak-haknya. Dalam jangka panjang, hal ini dapat menghambat pergerakan hak-hak buruh dan melanggar hak asasi manusia.

Konsultan HR dari Proxsis HR

4. Penolakan dari Berbagai Pihak

Serikat buruh bukan satu-satunya yang menolak Permenaker No. 5 Tahun 2021, beberapa kelompok dan organisasi masyarakat sipil juga telah menolak peraturan tersebut. Mereka menganggap peraturan ini tidak adil bagi hak-hak buruh dan hanya menguntungkan pengusaha. Kritik juga dilontarkan terhadap proses pengesahan yang dianggap tidak melalui mekanisme yang tepat dan tidak transparan.

Demikianlah beberapa alasan yang diungkapkan oleh serikat buruh dalam menolak Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 5 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pemberian Sanksi Administratif. Serikat buruh meminta agar peraturan tersebut segera dicabut dan diganti dengan aturan yang lebih adil dan menghargai hak-hak buruh. Baca artikel lainnya terkait human resource di Proxsis HR.

5/5 - (1 vote)
Bagikan artikel ini