Pahami Hak Anda: Cara Menghitung Pesangon PHK Sebelum Ramadhan 2024

5 Menit Membaca
Pahami Hak Anda: Cara Menghitung Pesangon PHK Sebelum Ramadhan 2024

Pada setiap langkah perjalanan karir, pemahaman akan hak dan perlindungan yang diberikan kepada karyawan merupakan pondasi yang krusial. Dalam konteks Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), di mana karyawan mungkin dihadapkan pada ketidakpastian dan perubahan, pengetahuan akan hak karyawan, terutama hak atas pesangon, menjadi penting. Pesangon bukan hanya sekedar kompensasi finansial, tetapi juga mencerminkan penghargaan terhadap kontribusi dan masa kerja karyawan di dalam organisasi.

Dalam konteks hukum ketenagakerjaan Indonesia, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 menjadi payung hukum yang mengatur hak dan kewajiban karyawan, termasuk peraturan mengenai pesangon. Memahami dengan baik aturan yang diatur dalam undang-undang ini dapat memberikan landasan yang kuat bagi karyawan dalam menghadapi situasi PHK, memberikan rasa kepastian, dan melindungi hak-hak mereka.

Artikel ini bertujuan untuk memberikan panduan praktis kepada karyawan dalam menghitung pesangon PHK sebelum Ramadhan 2024. 

Pengertian Pesangon dan Manfaatnya

Pesangon merupakan hak karyawan yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), yang biasanya diberikan dalam bentuk uang sebagai bentuk kompensasi atas kehilangan pekerjaan. Hal ini seringkali diatur oleh perundang-undangan atau perjanjian kerja antara perusahaan dan karyawan. Proses PHK dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti restrukturisasi perusahaan, penurunan kinerja, atau alasan ekonomi lainnya.

Manfaat pesangon tidak hanya terbatas pada aspek finansial, tetapi juga memberikan dukungan psikologis kepada karyawan yang menghadapi perubahan mendalam dalam karir mereka. Dalam segi finansial, pesangon memberikan karyawan kesempatan untuk menyesuaikan diri dengan situasi tanpa pekerjaan, membantu mereka untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti biaya hidup, pembayaran pinjaman, atau pendidikan lanjutan.

Selain itu, pesangon juga dapat digunakan sebagai modal untuk memulai usaha mandiri atau investasi yang dapat meningkatkan keberlanjutan finansial karyawan di masa depan. Meskipun PHK bisa menjadi pengalaman sulit, pesangon dapat memberikan landasan untuk perubahan positif dan pengembangan karir lebih lanjut.

Selain manfaat finansial, pentingnya pendampingan sosial dan profesional juga ditekankan dalam menyikapi pesangon. Banyak perusahaan menyediakan bimbingan karir, pelatihan keterampilan, dan dukungan psikologis untuk membantu karyawan bertransisi ke fase selanjutnya dalam kehidupan profesional mereka. Dengan demikian, pesangon bukan hanya sekadar kompensasi finansial, tetapi juga merupakan elemen penting dalam membantu karyawan melewati perubahan pekerjaan dengan lebih baik.

Baca juga : Merencanakan Masa Pensiun dengan Bijak: Pentingnya Financial Planning untuk Golden Future

Dasar Hukum Perhitungan Pesangon

Dasar hukum perhitungan pesangon di Indonesia dapat ditemukan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Pasal-pasal terkait perhitungan pesangon terdapat dalam beberapa pasal dalam undang-undang tersebut.

Pasal 156 UU No. 13 Tahun 2003 menjelaskan bahwa pesangon diberikan kepada pekerja yang di-PHK dengan ketentuan bahwa pekerja tersebut telah memiliki masa kerja selama satu tahun atau lebih. Besarnya pesangon dihitung berdasarkan masa kerja dan upah terakhir pekerja. Pasal 156B kemudian memberikan rumus perhitungan pesangon yang mencakup faktor masa kerja dan upah terakhir pekerja.

Selain itu, Pasal 156C mengatur besaran pesangon untuk pekerja yang di-PHK akibat perusahaan yang mengalami pailit. Pasal 156D juga mencantumkan bahwa pekerja yang meninggal dunia memiliki hak pesangon yang akan diberikan kepada ahli warisnya.

Penting untuk memahami ketentuan-ketentuan tersebut agar perhitungan pesangon sesuai dengan hukum yang berlaku dan memberikan keadilan kepada pekerja yang mengalami PHK. Selain Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, terdapat peraturan pelaksana dan kebijakan perusahaan yang juga dapat mempengaruhi perhitungan pesangon sesuai dengan kondisi dan situasi yang berlaku.

Baca juga : Audit Beban Kerja Karyawan: Evaluasi Balance Pekerjaan dan Work Life Quality

Cara Menghitung Pesangon PHK

Untuk menghitung pesangon pada kasus pemutusan hubungan kerja (PHK), langkah pertama adalah menentukan upah sebulan karyawan. Upah sebulan ini didasarkan pada rata-rata upah bulanan karyawan selama enam bulan terakhir sebelum terjadinya PHK. Dalam perhitungan ini, termasuk tunjangan tetap yang diterima karyawan.

Misalnya, jika karyawan A memiliki upah tetap sebesar Rp 5.000.000 dan menerima tunjangan tetap Rp 1.000.000, maka upah sebulan yang digunakan dalam perhitungan pesangon adalah Rp 6.000.000.

Setelah menetapkan upah sebulan, langkah berikutnya adalah mengalikan upah sebulan dengan masa kerja karyawan. Rumusnya sederhana: masa kerja (dalam tahun) dikalikan dengan upah sebulan. Contohnya, jika karyawan B di-PHK setelah bekerja selama 3 tahun dengan upah sebulan Rp 7.000.000, maka pesangon yang diterima karyawan B adalah 3 (tahun) x Rp 7.000.000 = Rp 21.000.000.

Sebagai contoh kedua, karyawan C di-PHK karena pailitnya perusahaan setelah bekerja 5 tahun dengan upah sebulan Rp 8.000.000. Maka, pesangon yang diterima karyawan C adalah 5 (tahun) x Rp 8.000.000 = Rp 40.000.000.

Perlu diingat bahwa rumus ini merujuk pada ketentuan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Selain itu, faktor-faktor tambahan seperti peraturan perusahaan atau peraturan pelaksana yang relevan juga harus diperhatikan agar perhitungan pesangon sesuai dengan kondisi yang berlaku.

Baca juga : Bagaimana Cara Memilih Jenis Kamus Kompetensi yang Paling Sesuai dengan Budaya Perusahaan Anda?

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pesangon

Faktor-faktor yang mempengaruhi besaran pesangon karyawan mencakup:

  1. Masa Kerja Karyawan: Semakin lama karyawan bekerja, semakin besar biasanya pesangon yang diterima. Masa kerja yang dihitung dalam tahun menjadi parameter utama dalam rumus perhitungan pesangon.
  2. Upah Terakhir Karyawan: Besaran upah terakhir karyawan menjadi dasar perhitungan pesangon. Upah ini melibatkan rata-rata upah bulanan selama beberapa bulan terakhir sebelum PHK.
  3. Status Pernikahan Karyawan: Dalam beberapa kasus, status pernikahan karyawan dapat mempengaruhi kewajiban perusahaan terkait pesangon. Beberapa peraturan mungkin memberikan perlindungan tambahan untuk karyawan yang berkeluarga.
  4. Masa Kerja yang Dibulatkan ke Atas: Ada situasi di mana masa kerja karyawan yang dibulatkan ke atas dapat meningkatkan besaran pesangon. Misalnya, jika karyawan memiliki masa kerja sebagian besar dalam satu tahun terakhir, namun mendapatkan keuntungan masa kerja penuh setelah dibulatkan ke atas.

Peraturan perusahaan dan undang-undang ketenagakerjaan di negara tertentu dapat menentukan bobot relatif dari masing-masing faktor ini dalam perhitungan pesangon. Oleh karena itu, penting untuk memahami ketentuan hukum yang berlaku dan kebijakan perusahaan terkait untuk memastikan perhitungan pesangon sesuai dengan kondisi spesifik yang berlaku.

Baca juga : Pengaruh Beban Kerja Berlebih terhadap Tingkat Stres dan Burnout Karyawan

Tips Memperoleh Pesangon yang Tepat

Untuk memperoleh pesangon yang tepat, berikut beberapa tips yang dapat diikuti:

  1. Mengetahui Hak dan Kewajiban sebagai Karyawan: Memahami hak dan kewajiban sebagai karyawan, termasuk hak terkait pesangon, adalah langkah awal yang krusial. Mengacu pada peraturan perusahaan dan undang-undang ketenagakerjaan akan membantu karyawan memahami haknya dengan lebih baik.
  2. Menghitung Pesangon Secara Mandiri: Sebelum berbicara dengan atasan atau HRD, melakukan perhitungan pesangon secara mandiri bisa membantu karyawan memiliki gambaran yang jelas tentang haknya. Hal ini dapat menguatkan posisi dalam berkomunikasi dan memastikan bahwa perhitungan yang diberikan oleh perusahaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
  3. Berkomunikasi dengan Atasan dan HRD: Berbicara terbuka dengan atasan dan bagian Sumber Daya Manusia (HRD) merupakan langkah penting. Menanyakan informasi lebih lanjut tentang perhitungan pesangon, menyampaikan keprihatinan, dan mencari solusi bersama dapat membantu mencapai kesepakatan yang adil.
  4. Meminta Bantuan Serikat Pekerja atau Lembaga Hukum: Jika negosiasi dengan atasan dan HRD tidak menghasilkan kesepakatan yang memuaskan, meminta bantuan dari serikat pekerja atau lembaga hukum dapat menjadi langkah berikutnya. Mereka dapat memberikan saran, dukungan, atau bahkan menjadi perwakilan dalam proses negosiasi.
  5. Mempertimbangkan Konsultasi Hukum Independen: Mengkonsultasikan situasi dengan pengacara atau konsultan hukum independen dapat memberikan pandangan hukum yang objektif. Hal ini dapat membantu karyawan memahami opsi mereka dan memastikan bahwa hak-hak mereka dilindungi.

Mendekati proses ini dengan pengetahuan yang baik dan pendekatan yang terorganisir dapat membantu karyawan memperoleh pesangon yang adil dan sesuai dengan hukum.

Baca juga : 10 Peluang Karir Menjanjikan di Era Society 5.0

Simulasi Perhitungan Pesangon

Contoh simulasi perhitungan pesangon untuk berbagai situasi:

Contoh 1: Karyawan dengan Masa Kerja 2 Tahun

  • Masa Kerja: 2 tahun
  • Upah Sebulan: Rp 6.000.000

Rumus Perhitungan: Masa Kerja x Upah Sebulan

Hasil: 2 tahun x Rp 6.000.000 = Rp 12.000.000

 

Contoh 2: Karyawan dengan Masa Kerja 5 Tahun dan Upah Sebulan 8 Juta

  • Masa Kerja: 5 tahun
  • Upah Sebulan: Rp 8.000.000

Rumus Perhitungan: Masa Kerja x Upah Sebulan

Hasil: 5 tahun x Rp 8.000.000 = Rp 40.000.000

 

Contoh 3: Karyawan dengan Masa Kerja 8 Tahun dan Upah Sebulan 10 Juta

  • Masa Kerja: 8 tahun
  • Upah Sebulan: Rp 10.000.000

Rumus Perhitungan: Masa Kerja x Upah Sebulan

Hasil: 8 tahun x Rp 10.000.000 = Rp 80.000.000

 

Dalam ketiga contoh diatas, besaran pesangon dihitung dengan mengalikan masa kerja karyawan dengan upah sebulan. Penting untuk diingat bahwa perhitungan ini bersifat simulatif dan faktor-faktor tambahan seperti kebijakan perusahaan atau undang-undang ketenagakerjaan yang berlaku dapat mempengaruhi hasil akhir.

Karyawan dapat menggunakan rumus perhitungan ini sebagai panduan awal untuk memahami besaran pesangon yang mungkin diterima. Namun, untuk mendapatkan perhitungan yang lebih akurat, disarankan untuk mengacu pada data resmi perusahaan dan konsultasikan dengan pihak HRD atau konsultan hukum jika diperlukan.

Kesimpulan

Dalam rangka menghadapi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan memperoleh pesangon yang adil, karyawan perlu memahami hak dan kewajiban mereka sesuai dengan peraturan perusahaan dan undang-undang ketenagakerjaan. Perhitungan pesangon yang melibatkan masa kerja dan upah terakhir perlu diketahui secara jelas, seiring dengan faktor-faktor lain seperti status pernikahan. 

Komunikasi yang efektif dengan atasan dan HRD menjadi kunci, dimana karyawan dapat menyampaikan kekhawatiran, meminta penjelasan, serta berusaha mencapai kesepakatan yang memuaskan kedua belah pihak. Jika diperlukan, melibatkan serikat pekerja atau lembaga hukum dapat menjadi langkah selanjutnya untuk memastikan hak-hak karyawan terlindungi dengan optimal. Dengan pemahaman yang matang dan tindakan proaktif, karyawan dapat meningkatkan peluang mereka untuk memperoleh pesangon yang sesuai dengan kontribusi dan masa kerja yang telah mereka berikan dalam lingkungan kerja.

GOLDEN FUTURE FORMULA

5/5 - (1 vote)
Bagikan artikel ini

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Fill out this field
Fill out this field
Please enter a valid email address.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.