Sejarah Resesi, Ancaman PHK Karyawan, Serta Cara Menghadapinya

4 Menit Membaca
resesi

Heboh diucapkan belakang ini di jagat maya Indonesia terkait kata resesi. Hal itu pun, membuat banyak orang yang sebelumnya biasa-biasa saja, menjadi takut dan was-was untuk menyambut hari esok.

Selain itu, resesi juga digambarkan bakal terjadi di tahun 2023 yang menyebabkan banyak masyarakat takut dan mempersiapkan diri mereka untuk menghadapi terpaan badai resesi.

Apa itu Resesi dan Sejarahnya di Indonesia?

Resesi adalah istilah yang dipakai dalam ekonomi yang menggambarkan perekonomian suatu negara. Penggambaran perekonomian itu, diposisikan dalam keadaan dimana perputaran ekonomi suatu negara berubah menjadi lambat atau buruk.

Perputaran ekonomi yang melambat itu, berlangsung dalam waktu yang cukup lama, bahkan bertahun-tahun, akibtanya, pertumbangan produk domestik bruto suatu negara bakal menurun sekitar dua kuartal dan berlangsung secara terus menerus.

Di Indonesia sendiri, telah diprediksi bahwa tahun 2020 lalu akan terancam masuk ke jurang resesi ekonomi. Hal tersebut diprediksi oleh Presiden Joko Widodo terkait lebih dari 3 persen ekonomi Indonesia bakal minus pada kuartal III di 2022 lalu.

Suatu negara disebut resesi jika ekonominya minus dua kuartal berturut-turut. Pada kuartal II 2020 lalu, ekonomi Indonesia terkontraksi 5,32 persen. Resesi sebenarnya bukan hal baru di Indonesia. Negara ini pernah masuk ke jurang pertama kali pada 1963 silam.

Pertumbuhan perekonomian yang buruk itu, terjadi berturut-turut pada 1963, faktornya karena hiperinflasi. Penyebabnya adalah, kebijakan pemerintah kala itu membuat pembelanjaan negara membengkak. Akhirnya, belanja yang signifikan itulah menyebabkan hiperinflasi.

Baca juga: Cara Menghadapi VUCA Di Dunia Kerja

Keputusan-keputusan yang diambil oleh Presiden Soekarno saat itu terbilang berlawanan dengan negara lain, salah satunya Malaysia. Bahkan, Indonesia juga memutuskan keluar dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) saat itu. Sementara, uang negara semakin merosot dari tahun ke tahun. Bahkan, defisit anggaran tembus 600 persen pada 1965.

Kemudian, ekonomi Indonesia mulai menanjak setelah posisi Soekarno digantikan oleh Soeharto. Laju inflasi mulai melambat setelah Suharto membuat situasi politik di Indonesia membaik dengan bergabung kembali di PBB dan mendapatkan bantuan dari IMF.

Ekonomi Indonesia kembali positif pada 1970-1980. Hal tersebut, karena tensi politik yang membaik, kenaikan harga minyak dunia saat itu juga mendorong perekonomian dalam negeri. Namun, ekonomi Indonesia kembali memburuk pada 1990-an. Krisis finansial Asia pada 1997-1998 membuat Indonesia masuk ke jurang resesi. Tercatat, resesi berlangsung selama 9 bulan atau tiga kuartal berturut-turut. Hal ini membuat Indonesia memasuki masa depresi.

Selain itu, nilai tukar rupiah anjlok pada 1997-1998 hingga 80 persen. Rupiah tembus ke level Rp16 ribu per dolar AS dari posisi normalnya di level Rp9.000 per dolar AS.

Lalu, inflasi juga kembali meroket hingga 80 persen pada 1998. Ini berarti harga barang naik signifikan. Situasi itu membuat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah menurun, sehingga terjadi aksi demo besar-besaran.

Krisis ekonomi yang berujung krisis politik tersebut menurunkan pucuk kepemimpinan Soeharto dari kekuasaannya sejak 1965. Keuangan negara saat itu juga memburuk. Alhasil, jumlah utang Indonesia naik berkali-kali lipat.

Tercatat, utang Indonesia per Maret 1998 mencapai US$138 miliar. Utang itu terdiri dari utang pemerintah dalam bentuk devisa negara, utang BUMN, dan utang swasta. Berselang 10 tahun setelahnya, Indonesia kembali dihantam tekanan dari ekonomi dunia. Krisis ekonomi dunia menghantam rupiah dan pasar keuangan dalam negeri.

Beruntung, ekonomi saat itu tetap tumbuh positif di level 6 persen pada 2008. Namun, ekonomi merosot pada 2009 menjadi hanya tumbuh 4 persen.

PHKAncaman PHK di Tengah Resesi

Dilansir dari Tempo.co, Direktur Center of Economics and Law Studies, Bima Yudhistira menyebut, gelombang PHK massal bisa terjadi saat dunia menghadapi resesi global.

Bahkan, menurut Bima, gejala-gejala PHK sudah ada tanda-tandanya saat ini. Tanda-tanda tersebut, kata Bhima, tercermin dari indikator perekonomian yang melemah dan menekan berbagai sektor. Bhima menuturkan, tingginya harga pangan dan energi menyebabkan inflasi pada September naik, bahkan hampir menyentuh 6 persen atau tertinggi sejak 2014.

Selain itu, ada tanda-tanda dari pelemahan minat konsumen dalam hal berbelanja yang bisa dilihat melalui indeks harga konsumen yang melorot. Dia juga mengatakan beberapa pelaku usaha sudah mengeluhkan kenaikan biaya bahan baku dan biaya logistik.

Konsultan HR dari Proxsis HR

Bagaimana Cara Menghadapi Resesi?

Resesi memang terdengar sangat menakutkan dan meresahkan masyarakat, selain itu, juga memiliki dampak yang sangat besar terhadap keberlangsungan perekonomian di tengah masyarakat.

Kendati demikian, ternyata resesi memiliki cara khusus untuk menghadapinya, berikut caranya:

1. Jangan boros

Utama sekali yang harus dilakukan masyarakat dalam menghadapi resesi adalah dengan tidak boros dalam berbelanja. Cukup beli kebutuhan pokok hingga terpenuhi dengan baik.

Hal itu bertujuan, supaya masyarakat memiliki dana tabungan yang tersisih dan bisa dialokasikan untuk hal yang lebih penting, seperti investasi atau mempersiapkan dana darurat.

2. Melunasi Hutang

Langkah kedua ini tak kalah penting, sebab, jika hutang masyarakat sudah lunas, maka secara tidak langsung mereka akan bisa menabung dan mempersiapkan hari esok yang lebih matang.

Ancaman Resesi serta Cara Melawannya

Untuk itu, di era yang berisiko, dinamis serta terancam resisi tersebut, sebuah perusahaan ataupun organisasi dituntut untuk mampu menjadi lebih adaptif, lincah serta tangkas dalam menyesuaikan perubahan.

Hal tersebut dilakukan, guna untuk mampu bertahan dan terus berkembang serta kompeten di masa depan nanti, dalam menghadapi segala macam cobaan. Lalu. Untuk berhasil melewati masa perubahan atau dinamis itu, organisasi maupun perusahaan perlu menjadi Agile, guna lebih responsif dalam memenuhi kebutuhan pasar.

Bekal untuk menjadi Agile tersebut, dapat dilakukan dalam sebuah training, yang akan dibekali untuk mengubah cara perusahaan dalam mengatur pola kerjanya. Lebih lanjut, dalam training Agile itu peserta juga bakal diajarkan tentang menjadi pemimpin tangkas, yang mampu untuk mengantisipasi setiap perusahaan yang terjadi.

Sifat-sifat seperti itu, ternyata sangat berpengaruh besar untuk kelangsungan sebuah perusahaan di era yang akan datang nanti.

Pelatihan Agile tersebut, disebut juga sebagai Mastering Agile Leadership in VUCA era. Yang dibuat oleh Proxsis Leadership Center. Tujuan dari pelatihan Agile Leadership itu, secara garis besar diperuntukkan untuk meningkatkan pemahaman tentang agility yang dapat membantu kinerja organisasi. Lalu, juga dilakukan untuk membangun pemahaman tentang bagaimana suatu organisasi atau perusahaan itu berguna demi mencapai maanfaat agility.

Selain itu, pelatihan Agile Leadership oleh Proxsis ini, juga dapat dimanfaatkan untuk peningkatan pemahaman terkait budaya dan nioai pengaruhnya kepada organisasi atau perusahaan. Lebih lanjut, juga menyangkut tentang keterampilan praktik yang bisa membimbing dan melatih tim di sebuah organisasi atau perusahaan.

Pelatihan Agile Leadership yang diadakan Proxis tersebut, sangat cocok diikuti oleh pemilik perusahaan, strategi manager, pimpinan, hingga project manager.

Bagaimana, sudah paham tentang sejarah resesi di Indonesia, serta dampaknya bukan? Tunggu apa lagi, mari ikut pelatihan Agile Leadership oleh Proxsis Leadership Center tersebut.

Anda dapat klik disini atau segara hubungi kami di Hello Expert. Proxsis HR siap melayani dan berkolaborasi.

Rate this post
Bagikan artikel ini